Ayah, maafkan aku. Aku telah memperberat hisabmu di akhirat. Padahal
aku tahu bahwa setiap pemimpin akan di mintai pertanggung jawaban.
Kau adalah pemimpin keluarga, sedangkan aku masih saja berbuat dosa serta tak taat padamu dan ibunda.
Ayah
maafkan aku, telah membuatmu berat menjawab jika Allah bertanya, “Wahai
hambaku, bagaimana kabar anakmu. Mengapa dia tidak taat kepadaKu?”
Ayah,
aku sungguh minta maaf. Karena aku berkata mencintaimu. Tapi aku tak
menghiraukan hisabmu nanti di akhirat. Padahal kau telah susah payah
membesarkanku. Dan kau susah payah mencari nafkah untukku. Sedangkan aku
masih saja terlena oleh maksiat kepadaNya.
Sungguh terlalu hati ini. Hati seorang anak yang tak peduli terhadap nasib ayahnya di akhirat.
Saat Allah perintahkan menutup aurat, kenapa diri ini malah enggan?
Saat Allah perintahkan untuk sholat, kenapa diri ini masih malas-malasan?
Dan saat Allah melarang pacaran, mengapa diri ini malah menentang?
Kita terlena oleh nafsu syaitan, sedangkan kelak ayah kita tertatih dalam hisab yang Allah tetapkan.
Kita tertawa bersama kelalaian dunia, sedangkan ayah kita mungkin menangis sebab kau belum bertakwa.
Ya
Allah, kekalkan hidayahmu kedalam hati hamba. Jadikan ia pelita dalam
gelapnya nafsu syaitan. Dan jadikan ia payung dalam hujannya fitnah
dunia yang hina ini.
Ayah, semoga aku dapat menjadi penyejukmu di akhirat kelak.
Dan maaf ayah, jika selamat ini aku telah memberatkan hisabmu di akhirat nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar